pengaruh perubahan iklim di sektor pertanian
KLIMATOLOGI DASAR
PENGARUH
PERUBAHAN IKLIM TERHADAP
SEKTOR PERTANIAN
Dosen pengampu :
Ir. Mochamad Chaeran M, Si
Penyusun:
Ahmad Mu’ayyad
154010089
Fakultas Pertanian
UNIVERSITAS WAHID
HASYIM SEMARANG
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Perubahan
iklim terjadi di berbagai belahan dunia, sehingga menyebabkan perubahan pola
curah hujan, kenaikan muka air laut, dan suhu udara, serta peningkatan kejadian
iklim ekstrim berupa banjir dan kekeringan merupakan beberapa dampak serius
perubahan iklim yang dihadapi masyarakat dunia, termasuk Indonesia.
Alam
yang salah atau akibat ulah manusia yang serakah sehingga merusak alam, menurut
beberapa ahli di Indonesia perubahan iklim akan menyebabkan: (a) seluruh
wilayah Indonesia mengalami kenaikan suhu udara, dengan laju yang lebih rendah
dibanding wilayah subtropis; (b) wilayah selatan Indonesia mengalami penurunan
curah hujan, sedangkan wilayah utara akan mengalami peningkatan curah hujan.
Perubahan pola hujan tersebut menyebabkan berubahnya awal dan panjang musim
hujan.
Di
wilayah Indonesia bagian selatan, musim hujan yang makin pendek akan
menyulitkan upaya meningkatkan indeks pertanaman (IP) apabila tidak tersedia
varietas yang berumur lebih pendek dan tanpa rehabilitasi ja-ringan irigasi.
Meningkatnya hujan pada musim hujan menyebabkan tingginya frekuensi kejadian
banjir, sedangkan menurunnya hujan pada musim kemarau akan meningkatkan risiko
kekekeringan. Sebaliknya, di wilayah Indonesia bagian utara, meningkatnya hujan
pada musim hujan akan meningkatkan peluang indeks penanaman, namun kondisi
lahan tidak sebaik di Jawa. Tren perubahan ini tentunya sangat berkaitan dengan
sektor pertanian.
Strategi
antisipasi dan teknologi adaptasi terhadap perubahan iklim merupakan aspek
kunci yang harus menjadi rencana strategis Departemen Pertanian dalam rangka
menyikapi perubahan iklim. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan pertanian yang
tahan (resilience) terhadap variabilitas iklim saat ini dan mendatang.
Upaya
yang sistematis dan terintegrasi, serta komitmen dan tanggung jawab bersama
yang kuat dari berbagai pemangku kepentingan sangat diperlukan guna
menyelamatkan sektor pertanian. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu disusun
kebijakan kunci Departemen Pertanian dalam rangka melaksanakan agenda adaptasi
mulai tahun 2007 sampai 2050, yang meliputi rencana aksi yang bersifat jangka
pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut penulis
tertarik untuk mengkaji dan membahas masalah perubahan iklim khususnya yang
terjadi pada sektor pertanian.
B.Rumusan
Masalah
1.Sebutkan definisi –definisi iklim menurut para pakar?
2. Apasajakah kaitan iklim terhadap sektor pertanian?
3.Permasalan apa saja yang terjadi terhadap iklim pada
sektor pertanian?
C.Tujuan penulisan
1.Mengkaji permasalahan-permasalahan
yang timbul akibat perubahan iklim di Indonesia, khususnya pada sektor
pertanian.
2.Membahas permasalahan tersebut
secara mendalam khususnya pada sektor pertanian
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Iklim
Iklim
adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam jangka waktu yang
relatif lama.
Iklim
juga didefinisikan sebagai berikut :
- Sintesis kejadian cuaca selama
kurun waktu yang panjang, yang secara statistik cukup dapat untuk
menunjukkan nilai statistik yang berbeda dengan keadaan pada setiap
saatnya (World Climate Conference, 1979)
- Konsep abstrak yang menyatakan
kebiasaan cuaca dan unsur-unsur atmosfer di suatu daerah selama kurun
waktu yang panjang (Glenn T. Trewatha, 1980)
- Peluang statistik berbagai
keadaan atmosfer, antara lain suhu, tekanan, angin, kelembaban, yang
terjadi di suatu daeraha selama kurun waktu yang panjang (Gibbs, 1978)
B.
Perubahan Iklim
Kondisi
iklim di dunia selalu berubah, baik menurut ruang maupun waktu. Perubahan iklim
ini dapat dibedakan berdasarkan wilayahnya (ruang) yaitu perubahan iklim secara
lokal dan global. Berdasarkan waktu, iklim dapat berubah dalam bentuk siklus,
baik secara harian, musiman, tahunan, maupun puluhan tahun. Perubahan iklim
adalah suatu perubahan unsur-unsur iklim yang memiliki kecenderungan naik atau
turun secara nyata.
C.
Pengertian Pertanian
Pertanian
adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati
yang dilakukan manusia
untuk menghasilkan bahan pangan,
bahan baku industri,
atau sumber energi,
serta untuk mengelola lingkungan hidupnya.
Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa
dipahami orang sebagai budidaya
tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris:
crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak
(raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme
dan bioenzim
dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau
sekedar ekstraksi
semata, seperti penangkapan ikan
atau eksploitasi hutan.
D.
Kaitan Iklim Terhadap Pertanian
Hasil
pertanian selain dipengaruhi oleh faktor tanah juga ditentukan oleh faktor
iklim. Hal itu bisa terjadi karena iklim merupaka kondisi alam dalam wilayah
yang luas sehingga manusia tidak dapat menegndalikan iklim maupun cuaca yang
akan terjadi.
E.
Kajian
Permasalahan Iklim pada Sektor Pertanian
Perubahan
iklim dengan segala penyebabnya secara faktual sudah terjadi di tingkat lokal,
regional maupun global. Peningkatan emisi dan konsentrasi gas rumah kaca (GRK)
mengakibatkan terjadinya pemanasan global, diikuti dengan naiknya tinggi
permukaan air laut akibat pemuaian dan pencairan es di wilayah kutub.
Naiknya
tinggi permukaan air laut akan meningkatkan energi yang tersimpan dalam
atmosfer, sehingga mendorong terjadinya perubahan iklim, antara lain El Nino
dan La Nina. Fenomena El Nino dan La Nina sangat berpengaruh terhadap kondisi
cuaca/iklim di wilayah Indonesia dengan geografis kepulauan. Sirkulasi antara
benua Asia dan Australia serta Samudera Pasifik dan Atlantik sangat
berpengaruh, sehingga wilayah Indonesia sangat rentan terhadap dampak dari
perubahan iklim. Hal ini diindikasikan dengan terjadinya berbagai peristiwa
bencana alam yang intensitas dan frekuensinya terus meningkat.
Fenomena
El Nino adalah naiknya suhu di Samudera Pasifik hingga menjadi 31°C, sehingga
akan menyebabkan kekeringan yang luar biasa di Indonesia. Dampak negatifnya
antara lain adalah peningkatan frekuensi dan luas kebakaran hutan, kegagalan
panen, dan penurunan ketersediaan air.
Fenomena
La Nina merupakan kebalikan dari El Nino, yaitu gejala menurunnya suhu
permukaan Samudera Pasifik, yang menyebabkan angin serta awan hujan ke
Australia dan Asia Bagian Selatan, termasuk Indonesia. Akibatnya, curah hujan
tinggi disertai dengan angin topan dan berdampak pada terjadinya bencana banjir
dan longsor besar.
Perubahan
iklim sudah berdampak pada berbagai aspek kehidupan dan sektor pembangunan di
Indonesia. Sektor kesehatan manusia, infrastruktur, pesisir dan sektor lain
yang terkait dengan ketersediaan pangan (pertanian, kehutanan dan lainnya)
telah mengalami dampak perubahan tersebut.
Di
sektor pertanian, sama dengan sektor lainnya, belum ada studi tingkat nasional
yang mengkaji dampak perubahan iklim terhadap sumber daya iklim, lahan, dan sistem
produksi pertanian (terutama pangan). Beberapa studi masih dilakukan pada
tingkat lokal, seperti pengkajian dampak perubahan iklim pada hasil padi dengan
menggunakan model simulasi.
Kerentanan
suatu daerah terhadap perubahan iklim atau tingkat ketahanan dan kemampuan
beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim, bergantung pada struktur
sosial-ekonomi, besarnya dampak yang timbul, infrastruktur, dan teknologi yang
tersedia. Di Indonesia, upaya-upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1990, walaupun Indonesia tidak memiliki
kewajiban untuk memenuhi target penurunan emisi GRK. Untuk memperkuat
pelaksanaan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada sektor
pertanian, perlu ditetapkan strategi nasional mitigasi dan adaptasi perubahan
iklim secara ter-integrasi, yang melibatkan berbagai instansi terkait.
Perlunya
pemahaman yang baik terhadap fenomena dan dampak perubahan iklim global pada
sektor pertanian dan strategi antisipasi yang harus dilakukan. Untuk itu, hasil
kegiatan penelitian/pengkajian dan adaptasi yang telah dilakukan oleh
lembaga-lembaga penelitian perlu diinventarisasi untuk dirumuskan dan
disosialisasikan ke berbagai kalangan.
Perlu
penelitian/pengkajian yang lebih komprehensif dan intensif terhadap komponen
sumber daya, infrastruktur, dan subsektor pertanian, serta daerah-daerah rawan
atau yang telah terkena dampak perubahan iklim, serta adaptasi yang telah,
sedang dan akan diterapkan.
Dalam
menghadapi dan menanggulangi dampak perubahan iklim, terutama kekeringan dan
banjir perlu adanya
(a)
Standard Operating Procedure (SOP) tentang informasi perubahan iklim serta
mekanisme penyampaiannya ke pengguna terutama petani, dan
(b)
Sekolah Lapang Pertanian (SLP) yang terintegrasi untuk berbagai aspek seperti
pengelolaan informasi iklim/air, pengendalian hama terpadu, agribisnis, dan
lain-lain.
Program
Penelitian Konsorsium “Dampak Perubahan Iklim Terhadap Sektor Pertanian,
Strategi Antisipasi, dan Teknologi Adaptasi” dibangun dengan tujuan untuk:
- Menggalang komunikasi di antara
Lembaga Penelitian/Perguruan Tinggi, baik nasional maupun internasional.
- Mengintegrasikan dan mensinegri
kegiatan-kegiatan penelitian yang berkaitan dengan perubahan iklim, dan
- Melaksanakan penelitian secara
terintegrasi yang melibatkan berbagai lembaga penelitian dan perguruan
tinggi.
Program
penelitian konsorsium lebih ditujukan pada pengkajian/analisis dampak biofisik
(sumber daya, infrastruktur/ sarana, sistem produksi dan aspek sosial ekonomi),
konsep strategi antisipasi, mitigasi dan penanggulangan (adaptasi teknologi),
dan membangun kemampuan prediksi dan penyampaian informasi.
Kegiatan
yang berkaitan dengan perakitan teknologi, terutama varietas unggul, akan
dikaitkan dengan program penelitian balai penelitian komoditas. Penyusunan dan
penyampaian hasil prakiraan musim yang menjadi otoritas BMG perlu dilakukan
lebih sering dan cepat, minimal 4 kali setahun. Hasil prakiraan tersebut perlu
diformulasikan oleh Pokja Anomali Iklim dan Badan Litbang Pertanian, agar
menjadi informasi yang lebih aplikatif dan mudah dipahami penyuluh dan petani.
Selanjutnya, informasi matang tersebut perlu segera disampaikan kepada
masyarakat pertanian agar kegiatan adaptasi pertanian dapat segera dilakukan.
Selain
melakukan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, kita perlu memanfaatkan
perubahan iklim tersebut, agar menjadi “sahabat” dalam sektor pertanian.
Klimatologi
merupakan ilmu tentang atmosfer. Mirip dengan meteorologi, tapi berbeda dalam
kajiannya, meteorologi lebih mengkaji proses di atmosfer sedangkan klimatologi
pada hasil akhir dari proses-proses atmosfer.
Klimatologi
berasal dari bahasa Yunani Klima dan Logos yang masing-masing berarti
kemiringan (slope) yang di arahkan ke Lintang tempat sedangkan Logos sendiri
berarti Ilmu. Jadi definisi Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan
penjelasan sifat iklim, mengapa iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan
bagaimana kaitan antara iklim dan dengan aktivitas manusia. Karena klimatologi
memerlukan interpretasi dari data-data yang banyak dehingga memerlukan
statistik dalam pengerjaannya, orang-orang sering juga mengatakan klimatologi
sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004).
Iklim
merupakan salah satu faktor pembatas dalam proses pertumbuhan dan produksi
tanaman. Jenis-jenis dan sifat-sifat iklim bisa menentukkan jenis-jenis tanaman
yang tumbuh pada suatu daerah serta produksinya. Oleh karena itu kajian
klimatologi dalam bidang pertanian sangat diperlukan. Seiring dengan dengan
semakin berkembangnya isu pemanasan global dan akibatnya pada perubahan iklim,
membuat sektor pertanian begitu terpukul. Tidak teraturnya perilaku iklim dan
perubahan awal musim dan akhir musim seperti musim kemarau dan musim hujan
membuat para petani begitu susah untuk merencanakan masa tanam dan masa panen.
Untuk daerah tropis seperti indonesia, hujan merupakan faktor pembatas penting
dalam pertumbuhan dan produksi tanaman pertanian.
Selain
hujan, unsur iklim lain yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah suhu,
angin, kelembaban dan sinar matahari.
Setiap
tanaman pasti memerlukan air dalam siklus hidupnya, sedangkan hujan merupakan
sumber air utama bagi tanaman. Berubahnya pasokan air bagi tanaman yang
disebabkan oleh berubahnya kondisi hujan tentu saja akan mempengaruhi siklus
pertumbuhan tanaman. Itu merupakan contoh global pengaruh ikliim terhadap
tanaman. Di indonesia sendiri akibat dari perubahan iklim, yaitu timbulnya
fenomena El Nino dan La Nina. Fenomena perubahan iklim ini menyebabkan
menurunnya produksi kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit bila tidak mendapatkan
hujan dalam 3 bulan berturut-turut akan menyebabkan terhambatnya proses
pembungaan sehingga produksi kelapa sawit untuk jangka 6 sampai 18 bulan
kemudian menurun. Selain itu produksi padi juga menurun akibat dari kekeringan
yang berkepanjangan atau terendam banjir. Akan tetapi pada saat fenomea La Nina
produksi padi malah meningkat untuk masa tanam musim ke dua.
Selain
hujan, ternyata suhu juga bisa menentukkan jenis-jenis tanaman yang hidup di
daerah-daerah tertentu. Misalnya perbedaan tanaman yang tumbuh di daerah
tropis, gurun dan kutub. Indonesia merupakan daerah tropis, perbedaan suhu
antara musim hujan dan musim kemarau tidaklah seekstrim perbedaan suhu musim
panas dan musim kemarau di daerah sub tropis dan kutub. Oleh karena itu untuk daerah
tropis, klasifikasi suhu lebih di arahkan pada perbedaan suhu menurut
ketinggian tempat. Perbedaan suhu akibat dari ketinggian tempat (elevasi)
berpengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai contoh, tanaman
strowbery akan berproduksi baik pada ketinggian di atas 1000 meter, karena pada
ketinggian 1000 meter pebedaan suhu antara siang dan malam sangat kontras dan
keadaan seperti inilah yang dibutuhkan oleh tanaman strowbery.
Secara
umum iklim merupakan hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik dimana
parameter-parameternya adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah
hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu
kondisi rata-rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat,
diperlukan nilai rata-rata parameterparameternya selama kurang lebih 10 sampai
30 tahun. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang
kompleks yang terjadi di atmosfer bumi. Kompleksitas proses fisik dan dinamis
di atmosfer bumi ini berawal dari perputaran planet bumi mengelilingi matahari
dan perputaran bumi pada porosnya. Pergerakan planet bumi ini menyebabkan
besarnya energi matahari yang diterima oleh bumi tidak merata, sehingga secara
alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk suatu sistem peredaran
udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga bervariasi atau
berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut
dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada
kenyataan bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas
dan distribusinya.
Secara
alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan
diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca,
sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan
efek rumah kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas
yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca,
sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.
Peristiwa
alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena
jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih
dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan)
dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs
(Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di
atmosfer dihasilkan dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan
dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada
pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain
itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas
pertanian dan peternakan. GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti
karbondioksida, metana, dan nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi
GRK di atmosfer.
Berubahnya
komposisi GRK di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global
akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi
akibat terhambat oleh GRK tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada
akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian
dikenal dengan Pemanasan Global.
Sinar
matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari
permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi
gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas
tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena
lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas
yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke
permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke
bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi
normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah
kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan
bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter
dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan
iklim secara global.
Pemanasan
global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es
di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau
yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin
tinggi intensitasnya, dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina dan
Indian Ocean Dipole (IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya
beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal
panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya.
Contoh
Beberapa Kejadian Iklim yang Merugikan Masyarakat Indonesia Selama Tahun
2013-2014
- 53 Desa di Banyuwangi
Kekurangan Air (Senin, 21 Oktober 2013 | 12:41
WIB)
Ilustrasi
kekeringan. REUTERS/Mohamed Abd El Ghany
TEMPO.CO,
Banyuwangi- Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Banyuwangi,
Jawa Timur, Achmad Wiyono, mengatakan 53 desa yang tersebar di 10 kecamatan
kekurangan air. “ Kekurangan air untuk kebutuhah pertanian dan konsumsi,” kata
dia kepada wartawan, Senin, 21 oktober 2013.
Sepuluh
kecamatan itu, antara lain, berada di Wongsorejo, Tegaldlimo, Kaliporo,
Porwuharjo, Srono, Pesanggaran, dan Siliragung. Namun BPBD mencatat kekeringan
terparah berada di Kecamatan Wongsorejo. Keadaan ini sangat merugikan semua
pihak terkhusus masyarakat yang bekerja mencari nafkah pada sektor pertanian.
- Kemtan inventarisasi pertanian
yang kebanjiran (Oleh Fahriyadi – Rabu, 22 Januari 2014 | 13:18 WIB)
JAKARTA.
Menteri Pertanian, Suswono mengaku sedang menginvestarisasi lahan pertanian
yang terkena banjir selama bulan januari ini. Menurutnya ia telah melakukan
pengamatan ke Purwerojo, Jawa Tengah yang merupakan salah satu sentra pertanian
di Pulau Jawa. Ia bilang sejauh ini masih terkendali dan ada beberapa lahan
pertanian yang tetap bisa tumbuh dan tak perlu diganti oleh pemerintah.
Menurutnya
dengan cuaca buruk yang berpotensi terjadi dalam beberapa bulan ke depan, maka
distribusi pangan saat ini harus dicukupkan sehingga tak terjadi lonjakan herga
saat puncak musim huja di seluruh Indonesia.
BAB
III
PENUTUP
Dari
kajian masalah dan pembahasan permasalahan di atas, penulis dapat menyimpulkan
bahwa permasalahan perubahan iklim perlu terus dikaji, karena menyebabkan pada
berbagai sector. sektor
pertanian, kesehatan, kehutanan, ekonomi dan lain sebagainya. Ketika iklim
tidak bersahabat ketika itu melanda pada sektor pertanian. Disini akan
mengakibatkan kekurangannya sektor pengahasilan yang tidak seperti biasa lagi
dan bahkan menimbulkan kelangkaan pada bahan makanan. Dari kelangkaan ini akan
muncul pasar yang tidak sehat atau akan mengakibatkan naiknya suatu barang yang
tergolong langka. Sehingga perlu upaya sinergis dari pihak-pihak terkait serta
peran serta masyarakat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Upaya sekecil
apapun sangat berarti bagi kelangsungan kehidupan manusia di dunia ini. Alam
tidak akan menghadirkan bencana kalu kita menjaga dan bersahabat kepada mereka.
Semua yang terjadi sekarang dan akan datang itu adalah hasil perbuatan kita
pada masa sekarag.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.
Status of National Activities to Cope with Global Climate Change. 29
Juni 2005.
Aron
JL, Patz JA. 2001. Ecosystem Change and Public Health; A Global Perspective.
Johns Hopkins University Press.
Benyamin.
L, 1994. Lama penyinaran akan berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup.
http://agroklimatologi.blogspot.com/lama penyinaran dan pengaruhnya. (diakses: 31 Oktober 2010).
Danial.
C, 2008. Ancaman Hama Penyakit Padi dari Anomali Iklim. http://www.kompasonline.com. (diakses: 31 Oktober 2010).
Glantz,
M 1998. Current of Change: El-Nino impacts on Elimate and Society. Cambridge
Univ. Press.
Handoko.
1994. Klimatologi Dasar. Pustaka jaya, Bogor.
Handoko.
A, 1994. Penerimaan Radiasi Surya Di Permukaan Bumi Sangat Bervariasi
Menurut Tempat Dan Waktu. Jakarta: Balai Pustaka.
Hidayati,
Rini. Masalah Perubahan Iklim di Indonesia Beberapa Contoh Kasus, 2001.
Lakitan
Benyamin. 1994. Dasar-dasar Klimatologi. PT Rajagrafindo persada.
Las,
Irianto & Surmaini. 2000 “ Pengantar Agroklimat dan Beberapa
Pendekatannya” Balitbang Pertanian, Jakarta.
Makarim,
dkk. 1999. “Efisiensi Input Produksi Tanaman Pangan melalui Prescription
Farming”. Simposium Tanaman pangan IV. Puslitbang Tanaman Pangan, Bogor.
Mudiyarso,
Daniel. Protokol Kyoto. Implikasinya bagi Negara Berkambang. Jakarta:
Penerbit Buku Kompas, 2003.
Musofa.
B, 2009. Pengaruh Iklim Pada Tanah. http://BalaiPenelitian Tanah.com. (diakses: 31 Oktober 2010).
Pawitan,
H 1998. Antisipasi bencana banjir dan kekeringan serta upaya penanggulangan
makalah dalam diskusi panel PERAGI, Jakarta
Comments
Post a Comment